Minggu, 27 November 2011

Anak-Anak SD


Pukul 6 sore tadi, anak murid saya yang  dulu, ngesms saya. Namanya Aura. Anaknya cantik, berkerudung, kelas 2 SD. Ia imut sekali. Isi smsnya kurang lebih menanyakan kabar, lalu menyampaikan salam dari temannya, katanya kangen sama ibu Deva.

Setelah saya berhenti mengajar di SD Mutiara Parahyangan, sms dari orang tua murid dan anak-anak berdatangan. Isinya, mendoakan kesembuhan saya, menanyakan kabar, ada pula yang menanyakan akan kembali mengajar di sana atau tidak.

Ah.. Rabb.. anak-anak itu.. mereka ngangenin banget.. mereka lucu-lucu sekali. Dulu saya walikelas 2D. Mereka bener-bener representasi anak-anak yang baik. Memang ada di antara mereka yang nakal, tapi sangat wajar.  Sangat wajar. Nakal mereka juga nggak berlebihan.
Untuk melepas rasa kangen saya sama mereka, saya ingin menyebutkan mereka satu per satu, sekaligus mengingat karakter mereka masing-masing. Mereka unik.

Alfira
Oh My God.. she is a very kind little girls.. bayangkan, di saat pertama kali saya masuk kelas 2D, di antara anak-anak yang ribut, gaduh.. Alfira tetap duduk tenang, memperhatikan saya dengan mata bulatnya. Saya sudah mulai terkesan pada anak ini sejak pertama kali masuk kelas. Rambutnya ikal cenderung keriting, lucu sekali. Beberapa hari kemudian, saya tahu dari wali kelas 1D, ternyata Alfira rangking satu pada semester satu di kelas 1D. Saya langsung bisa mengerti, mengapa ia rangking satu. Karena, ia memperhatikan guru.

Amelia
Ahh…  Amel.. ibu kangen banget sama Amel. Di awal perkenalan, anak ini sangat judes pada saya. Ketika saya tanya nama, ia menjawab sambil manyun. Tapi lalu, anak ini menunjukkan kemampuannya yang hebat: ia selalu datang paling pertama ketika mengumpulkan tugas untuk dinilai oleh guru. Dia pintar. Oh ya, Jika Anda seorang guru, atau publik speaker, mungkin sekali audience akan mengalami kebosanan saat mendengarkan omongan Anda. Saya pernah mengalaminya di kelas 2 D ketika berkisah mengenai cerita Nabi Muhammad. Entah karena hari yang tengah beranjak siang, atau suara saya yang sudah serak, anak-anak mulai bosan dengan cerita saya. Ada di antara mereka yang duduk bersandar di meja, yang melihat ke jendela, yang memainkan pinsil, dan lain-lain. Tapi, yang membuat saya terkesima, Amel memperhatikan saya, dan ia tahu jalan cerita yang akan saya kemukakan. Dia menyipitkan matanya, berkonsentrasi mendengarkan cerita saya. Lalu berkata: “Oh.. tahu-tahu..” sambil tersenyum pada saya, ia lalu melanjutkan cerita saya di depan teman-temannya. Anak ini memang pintar. Ibu tahu, Amel anak pintar.

Angel
Oh My God Angeeel.. she is a very kind little girls too. Anak ini, Oh My God.. have a big passions to learn. she is a strong-willed little girl. I had told her mother about it. Dia punya kemauan keras untuk belajar. Dan saya, sangat menghargai itu. Sangat. Dari Angel juga saya belajar sesuatu.
Ketika Angel berusaha keras menyelesaikan soal matematika, 134 + 27 = ... ia belum bisa mengerjakannya. Ia belum tahu bagaimana caranya. Sebagai anak yang baru saja naik dari kelas 1, untuk menghitung satuan tambah satuan pun, ia masih menggunakan jari tentu saja. Saya lalu mengajari ia di meja guru, memberi tahu caranya. Berkali-kali, namun sepertinya ia belum benar-benar mengerti. Ia kembali duduk di bangkunya, mengerjakan soal matematika.
Dari tempat duduk guru, saya memperhatiakan Angel yang terus-menerus berusaha menyelesaikan soal matematika itu. Ia tak mudah menyerah. Raut wajahnya berkerut, ia juga tampak berkesah. Ia sampai meremas rambutnya dengan tangan kanan dan kiri. Hingga bel berbunyi, ia belum bisa menyelesaikan soal itu.
Ia memang belum bisa mengerjakan soal itu, tapi saya sudah melihat kerja kerasnya.
Pada pemilihan pengurus kelas, (KM, Wakil KM,


(belom beres, nanti diterusin lagi, ya :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar